Alat Seduh Kopi Tradisional Khas Ciptagelar
Pecinta kopi di Indonesia
pasti sudah tidak
asing lagi dengan metode penyeduhan kopi menggunakan alat V60, vietnam drip dan lainnya. Metode dengan alat
tersebut sudah sering kita temui di coffee
shop maupun kedai kopi sederhana. Alat tersebut merupakan metode khas negara asing,
V60 dari Jepang, sedangkan vietnam drip dari Vietnam. Tetapi, pecinta kopi di
Indonesia mungkin belum mengetahui alat seduh kopi asli Indonesia yang terbuat dari bambu,
yaitu bambu drip khas Kampung Ciptagelar. Di
Indonesia tepatnya di Kampung Gede Kesepuhan Ciptagelar, Kabupaten Sukabumi, ada metode penyeduhan kopi menggunakan
alat tradisional yang terbuat dari
bambu. Alat tradisional ini dibuat oleh warga disana dan dijual kepada
pengunjung kampung sebagai souvenir dan oleh-oleh, khususnya bagi pecinta kopi.
Salah satu rumah di Kampung Ciptagelar. (foto : Audi Marchal) |
Alat tradisional ini terbuat dari bambu yang dianyam dan diikat dengan tali. Jika dilihat dari bentuknya, alat tradisional ini hampir sama dengan alat seduh khas Jepang yaitu V60. Dan cara pemakaiannya pun sama dengan V60. Tetapi, ada beberapa perbedaan yang membedakan alat tradisional ini dengan V60. Pertama, ukuran alat tradisional ini lebih kecil dari V60 sehingga lebih mudah disimpan dimana saja. Kedua, bahan dari alat tradisional ini, kebanyakan V60 terbuat dari plastik dan beberapa menggunakan keramik, sedangkan alat tradisional ini terbuat dari bambu sehingga memungkinkan rasa dari kopi akan menjadi berbeda. Perbedaan terakhir yang membuat alat tradisional ini sangat berbeda ialah sensasi rasanya yang khas.
Kang Yoyo salah
satu penduduk di Kampung
Ciptagelar mengatakan
“kami terinspirasi untuk membuat alat ini ketika melihat alat seduh V60 yang dibawa oleh salah satu pengunjung
kampung kami.” kang Yoyo juga bekerja menjadi pemandu wisatawan disana.
“Rasa kopi yang dihasilkan akan menjadi berbeda karena alat ini dibuat dari bambu. Unsur bambu akan membuat rasa kopi menjadi unik.” tambah kang Yoyo.
“Rasa kopi yang dihasilkan akan menjadi berbeda karena alat ini dibuat dari bambu. Unsur bambu akan membuat rasa kopi menjadi unik.” tambah kang Yoyo.
Kang Yoyo salah satu penduduk sekaligus pemandu di Kampung Ciptagelar sedang menjelaskan awal mula alat tradisional bambu drip. (foto : Audi Marchal) |
Selain memproduksi alat seduh tradisional yang terbuat
dari bambu, Kampung Ciptagelar juga memiliki kebun kopi robusta pegunungan Halimun. Warga disana juga mengelola
serta mendistribusikan sendiri kopi yang mereka tanam. Mereka mengelola kopi dengan cara tradisional. Proses pengupasan kulit kopi dengan cara
ditumbuk.
“kami menjual kopi khas Ciptagelar (roasted beans) dengan harga 200 ribu rupiah untuk arabica per-kilo dan 175 ribu rupiah untuk robusta per-kilo.” kata kang Agus, salah satu pengelolah kopi di Kampung Ciptagelar.
“kami menjual kopi khas Ciptagelar (roasted beans) dengan harga 200 ribu rupiah untuk arabica per-kilo dan 175 ribu rupiah untuk robusta per-kilo.” kata kang Agus, salah satu pengelolah kopi di Kampung Ciptagelar.
Komentar
Posting Komentar